Selasa, 25 Desember 2012


MENEMUKAN ISLAM AUTHENTIK DI INDONESIA

Oleh : Azhari Akmal Tarigan

Salah satu perkembangan Islam Indonesia yang menarik untuk dicermati, khususnya setelah era reformasi adalah kemunculan Islam radikal, Islam Fundamental, Gerakan Salafi Militan atau Islam garis keras. Islam radikal muncul tidak saja dalam bentuk pemikiran yang kaku (rigid) dan tekstualis, tetapi juga menjelma menjadi sebuah gerakan yang bersifat massal. Fenomena Islam radikal sesungguhnya tidak dikenal dalam sejarah perkembangan Islam Indonesia. Di dalam buku-buku teks sejarah Islam Indonesia –sepanjang yang penulis ketahui- kita tidak akan menemukan pembahasan berkenaan Islam radikal dengan segala variasinya. Berbeda tentunya dengan aliran sesat atau aliran yang diduga sesat, yang memang sejak lama telah muncul di Indonesia. Tidaklah mengherankan, jika banyak pengamat Islam terhenyak menyaksikan fenomena yang benar-benar baru ini.

Berangkat dari tela’ah historis, penulis ingin menyatakan, Islam radikal atau Islam garis keras sebenarnya bukanlah aliran yang tumbuh dari rahim peradaban Islam Indonesia. Berbagai penelitian yang telah dilakukan banyak ahli, Islam radikal merupakan gerakan dari luar (Timur Tengah dan Afghanistan) yang selanjutnya masuk ke Indonesia. Bahkan banyak gerakan Salafi militan (GSM)–istilah yang dipakai oleh M. Syafi’i Anwar- yang memiliki pusat organisasi bukan di Indonesia tetapi di luar negeri. Contoh yang cukup dekat di sini adalah HTI. GSM lebih tepat dilekatkan kepada HTI ketimbang sebutan Islam radikal apa lagi Islam garis keras. Tanpa disadari, ketimbang gerakan Islam lainnya, HTI lebih menunjukkan gerakan yang menarik bagi banyak orang. dalam hal-hal tertentu, HTI tampil dengan sangat simpatik.
Lepas dari itu, Penulis ingin menyebut dua penelitian penting berkenaan dengan geneologi Islam radikal Indonesia. Pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Greg Fealy dan Anthony Bubablo yang berjudul, Joining the Caravan: The Middle East, Islamism and Indonesia. Oleh penerbit Mizan buku ini diterjemahkan menjadi, Jejak Kafilah: Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia, (Bandung: Mizan, 2007). Di antara kesimpulan yang diberikan oleh Greg Fealy adalah sebagai berikut: “Beragam aliran dalam Islamisme dan neofundamentalisme menancapkan pengaruhnya di Indonesia. Sebagian besar gagasan ini sering diimpor oleh kelompok Islamis Indonesia dalam rangka mencari model pemikiran baru tentang hubungan antara Islam, politik, dan masyarakat atau model aktivisme yang betul-betul baru. Beragam mekanisme telah berfungsi sebagai vektor-vektor yang membawa gagasan-gagasan ini, dari mahasiswa Indonesia yang melakukan studi di Timur Tengah hingga kalangan Jihadis yang turut berjuang di Afghanistan pada era 1980-an dan 90-an, dan bahkan hingga sumber informasi Islamis yang berkembang di internet dan TV satelit. Namun vektor-vektor ini telah berfungsi memediasi transmisi beragam gagasan, dari pemikir ikhwan al-muslimin yang lebih mainstream hingga salafisme Jihadis Al-Qaeda”.

Pernyataan di atas menunjukkan paling tidak tiga hal penting. Pertama, Islam radikal, neo fundamentalis, Islam garis keras, Islam militan atau sederetan nama lainnya bukanlah gerakan asli Islam Indonesia. Gagasan yang membentuk warna Islam tersebut adalah sesuatu yang diimpor dari luar Indonesia. Kedua, jika ditelusuri geneologinya, maka setidaknya ada dua poros geneologi Islam Radikal; Timur Tengah khususnya gerakan ikhwan al-muslimin dan mantan pejuang di Afghanista era 1980-1990-an. Ketiga, proses transformasi ideologi Islam garis keras atau setidaknya inspirasi Islam garis keras juga diperoleh lewat jaringan tekhnologi, seperti internet dan TV satelit. Termasuk juga di dalamnya buku-buku yang menyuarakan Islam kaffah, jihad, kehebatan Islam dan sebagainya.

Buku kedua adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh M Zaki Mubarak yang berjudul, Genealogi Islam Radikal Di Indonesia: Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi (Jakarta: LP3ES, 2008). Buku ini sesungguhnya berasal dari tesis penulis di Program Migister Ilmu Politik FISIP UI yang pada awalnya berjudul, “Islam Fundamentalis Radikal: Gerakan dan Pemikiran FPI, Laskar Jihad, Majlis Mujahidin dan Hizbut Tahrir Indonesia” Tahun 1998-2003. Senada dengan buku Greg Flealy di atas, bagi Zaki Mubarak, geneologi Islam Radikal juga dapat ditelusuri sampai ke Timur Tengah. Gerakan-gerakan ikhwanul Muslimin, Wahabiyah, Hizbul Islam, adalah organisasi yang memberikan isnpirasi bahkan motivasi bagi Islam Radikal di Indonesia. Tidak itu saja, muslim Indonesia yang ikut berjuang di Afghanistan juga memberi warna bahkan sangat dominan bagi terbentuknya Islam radikal dan Islam garis keras di Indonesia. Zaki malah mencatat, pengakuan Ja’far Umar Thalib sebagai Panglima Laskar Jihad sendiri mengakui kemampuan teknik kemiliteran yang dimilikinya adalah hasil didikan selama berada di Afghanistan bersama kelompok mujahidin. (hal. 351).
Dua buku di atas menurut penulis cukup memadai untuk menyebut gerakan Islam radikal atau Islam fundamental Indonesia sebagaimana yang kita saksikan saat ini adalah sebuah gerakan yang diimpor dari luar. Satu sisi, jika kita berbicara tentang Islam Indonesia, tentu tidak ada yang autentik. Alasannya, Islam itu sendiri adalah agama yang turun di Timur Tengah tepatnya di Makkah yang selanjutnya menyebar ke saentero dunia, termasuk di Indonesia. Namun jika kita bicara negara yang paling sedikit mengalami Arabisasi, Indonesia adalah jawabannya.

Dengan kata lain, penulis ingin mengatakan, Islam Radikan merupakan sebuah gerakan yang paling sedikit dipengaruhi oleh “alam dan kultur Indonesia” kendatipun ia tumbuh dan beraktivitas di sini. Berbeda dengan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama serta beberapa ormas lainnya, yang meskipun sedikit banyaknya dipengaruhi oleh Islam Timur Tengah, namun bentuk dan warnanya sangat bernuansa Indonesia. Pada NU misalnya, kita dapat melihat bagaimana Islam bertemu dengan budaya Jawa lalu akhirnya membentuk ciri khas sendiri. Demikian juga Muhammadiyah ketika bertemu dengan “alam Miangkabau” yang memiliki karakter dinamis. Bagi saya sulit menjawab, budaya Indonesia manakah yang mempengaruhi gerakan Islam Radikal di Indonesia?
Bagi penulis adalah penting untuk menemukan kembali Islam autentik Indonesia. Tentu saja tidak menafikan gerakan Islam radikal sekalipun. Islam Radikal sebagaimana ormas lainnya, memiliki hak yang sama untuk hidup di Indonesia. Namun bagi penulis, sangat berbahaya jika Islam Radikal yang mendominasi dan membentuk warna Islam Indonesia. Sebabnya hanya satu, Indonesia bukan negara Islam. Indonesia adalah negara yang sangat plural baik dari segi suku, agama dan ras. Apa yang terjadi jika Islam radikal mendominasi bahkan menguasai gerakan Islam Indonesia. Penulis khawatir saja, mudah-mudahan salah, akan terjadi disharmonisasi antar kehidupan umat beragama. Bahkan dalam tingkat tertentu akan menimbulkan disintegrasi bangsa.
Oleh sebab itu, melihat Indonesia yang sangat pluralistik, gerakan Islam Indonesia yang relevan pada masa depan adalah gerakan yang selama ini diperankan oleh NU, Muhammadiyah, Al-Washliyah dan ormas lainnya. Secara sederhana ormas-ormas ini mengusung Islam kultural, Islam yang damai dan sejuk namun dinamis. Sayangnya, hari ini semuanya tenggelam dalam buritan sejarah dan tidak lagi mampu menyuarakan seperti apa yang diperjuangkan Islam Radikal. Salah satu sebabnya adalah ormas-ormas Islam lebih tertarik untuk terjun pada “dunia politik” ketimbang memikirkan umat.
Mereka sibuk mengurusi diri sendiri dan melupakan masalah mendasar bangsa. Jangan heran, jika banyak orang yang melihat perjuangan Islam radikal lebih jelas dan tegas. Kalaupun kita ingin mengkritik Islam radikal itu hanya menyangkut cara yang mereka gunakan. Islam radikal kerap menggunakan cara-cara kekerasan dan cenderung memaksakan kehendaknya. Jika cara ini dirobah menjadi lebih santun dan sejuk, penulis yakin, organisasi Islam Radikal jauh lebih diminati ketimbang Ormas Islam yang “gagal” tersebut. Wallahu A’lam.
 
Penulis adalah Dosen Fakultas Syari’ah IAIN-SU Medan dan Koordinator Tim Penulis Tafsir UTS Sumatera Utara.